Kaligrafi Dari Pelepah Pisang

Sebagian orang mungkin menganggap pelepah pisang tak punya manfaat. Padahal dengan sedikit sentuhan seni, seniman bisa menyulap pelepah pisang menjadi lukisan kaligrafi yang unik dan bernilai tinggi. Beberapa perajin yang memanfaatkan pelepah pisang menjadi lukisan kaligrafi ini pun menangguk omzet hingga puluhan juta setiap bulan.

Tanah Indonesia yang subur, cocok bagi pertumbuhan beragam tanaman. Tak terkecuali tanaman pisang. Selain diambil buah dan daunnya, pohon pisang juga bisa menghasilkan karya seni bernilai tinggi. Yakni, dengan memanfaatkan pelepah pisang menjadi bahan lukisan kaligrafi.

Adalah Suhendra Suharto, salah satu seniman yang menggunakan pelepah pisang sebagai bahan baku lukisan kaligrafinya. Pria 41 tahun asal Bogor ini mulai membuat kaligrafi dari pelepah pisang sejak 2007 lalu. “Selain mengurangi sampah, penggunaan pelepah pisang bisa menjadi sumber penghasilan,” tegas Suhendra yang memberi merek kaligrafinya Cahaya Ilahi.

Menurut Suhendra, lukisan kaligrafi dari pelepah pisang terlihat lebih indah karena memiliki kesan tiga dimensi. Selain kesan alami yang menonjol, lukisan ini akan tampak lebih nyata bila dipandang.

Tak heran, harga lukisan kaligrafi ini lumayan mahal. Suhendra membanderol lukisan kaligrafinya mulai dari harga Rp 600.000 hingga Rp 2,5 juta, tergantung ukurannya.

Dalam sebulan, ia bisa menjual antara 20 hingga 25 lukisan. Dari kerajinan ini, Suhendra bisa menangguk omzet Rp 25 juta dengan untung berkisar 20%-25%.

Konsumen kaligrafi Suhendra berasal dari kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Balikpapan hingga Medan. Ia juga mulai mengirim ke Malaysia dan Singapura sejak tahun lalu meski belum secara rutin.

Untuk menarik konsumen, Suhendra juga melayani pemesanan ayat atau surat dalam Al Quran dari pelepah pisang. Biasanya, pesanan ini memiliki harga khusus, sesuai dengan tingkat kerumitan dan ukurannya. “Rata-rata lebih mahal 15% hingga 30%,” ujar Suhendra.

Ia mengumpulkan bahan baku dari pengumpul pelepah pisang di sekitar Bogor. Pelepah pisang itu kemudian dijemur untuk meniadakan kandungan air. Setelah kering, pelepah diremas-remas agar mudah dibentuk dan kemudian ditempel dengan lem di media lukisan, yakni papan tripleks.

Lukisan kaligrafi yang sudah selesai kemudian dilapisi dengan vernis. Dengan pelapisan tersebut, Suhendra menjamin lukisannya mampu bertahan hingga 20 tahun.

Seniman yang juga membuat kaligrafi dari pelepah pisang adalah Budie Setiawan. Sejak 1996 silam, Budie yang juga asal Bogor ini telah mendalami kerajinan ini.

Tak hanya kaligrafi, Budie juga mengerjakan berbagai macam objek gambar yang dirangkainya dari pelepah pisang yang telah mengering.

Ia mendapat inspirasi kerajinan tersebut dari sang kakak yang telah membuat kerajinan pelepah pisang sejak tahun 1986. “Saya tertarik karena saat itu kerajinan tersebut masih langka,” ujar Budie. Ketika mengawali usaha lukisan ini, Budie hanya bermodal duit sebesar Rp 500.000 saja.

Kini, Budie di studio kaligrafi dengan merek Debog Art di Cibadak, Sukabumi, bersama tiga pekerja banyak mengerjakan pesanan lukisan kaligrafi. Ia mengerjakan satu lukisan pelepah pisang ini dengan waktu dua hari hingga satu minggu. “Saya menghasilkan antara 10 hingga 20 lukisan kaligrafi dalam sebulan,” ujarnya. Namun, jika ada pameran, Budie akan menyiapkan lukisan pelepah pisang ini hingga ratusan buah dalam sebulan.

Dengan mengikuti berbagai macam pameran tersebut, ia mengaku bisa menambah penjualan karyanya. Jika dalam bulan-bulan biasa, ia bisa mendapatkan omzet hingga Rp 8 juta, jika memajang karyanya di pameran, omzetnya pun bisa berlipat hingga Rp 15 juta.

Itulah sebabnya, Budie pun aktif mengikuti pameran, seperti InaCraft, Pekan Raya Jakarta (PRJ), serta juga pameran di beberapa mal di wilayah Jabodetabek. Harga yang ia patok berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 3 juta per unit. “Harganya tergantung ukuran dan tingkat kesulitan,” ujar Budie.

Sumber : Kontan.co.id

Kerajinan Cantik Dari Bonggol Jagung

Selain dikenal sebagai kota hujan, Bogor merupakan kabupaten yang populer dengan beragam jenis produk asinannya. Mulai dari asinan buah, asinan sayur, sampai asinan jagung dapat Anda temukan di kota tersebut. Potensi inilah yang dimanfaatkan Eddie Juandi seorang pengrajin dari kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bila masyarakat lainnya memanfaatkan asinan bogor sebagai peluang bisnis, lelaki paruh baya ini memanfaatkan limbah bonggol jagung yang diperolehnya dari sisa pembuatan asinan untuk memproduksi aneka macam kerajinan cantik.

Memiliki latar belakang sebagai pengrajin aneka kerajinan kayu, mendorong Eddie untuk berinovasi dengan menggunakan bahan-bahan lain. Melihat saat ini isu global warming sedang ramai dibicarakan masyarakat, hati Eddie pun tergerak untuk berinisiatif memanfaatkan limbah organik sebagai bahan baku utamanya dalam memproduksi beragam kerajinan. Sebab selain ramah lingkungan, limbah organik seperti bonggol jagung sangat mudah didapatkan di daerah Bogor. Sehingga Eddie tidak pernah kesulitan mendapatkan persediaan bahan baku untuk memproduksi karya-karyanya.

Berkat tangan kreatif Eddie, bonggol jagung yang tidak berguna kini berhasil disulap menjadi aneka kerajinan cantik yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Misalnya saja seperti lampu hias, kap lampu, sketsel, tatakan gelas, tempat tisu, anyaman tas, serta masih banyak lagi produk unik lainnya. Dengan kreatifitas yang cukup tinggi, tidaklah heran bila harga produk kerajinan Eddie laku di pasaran dengan harga cukup mahal. Yaitu berkisar antara Rp 100.000,00 sampai dengan Rp 3.000.000,00, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan masing-masing produk.

Proses Produksi Kerajinan Bonggol Jagung

Bertempat di showroom miliknya yang beralamatkan di Jalan Pembangunan 2 No. 42 Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat. Setiap harinya Eddie memproduksi beragam jenis kerajinan setelah mendapatkan limbah bonggol jagung dari pasar-pasar tradisional yang ada di sekitar Bogor. Sesampainya di showroom, bonggol jagung tersebut pertama-tama dibersihkan terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Setelah kering, Eddie menambahkan bahan pengawet khusus agar bahan bonggol jagung dapat bertahan lama.

Selanjutnya setelah bonggol jagung ditambahkan bahan pengawet, Eddie membentuk bonggol jagung menjadi lingkaran-lingkaran kecil dengan bantuan cetakan atau krom yang biasa digunakan sebagai cetakan kayu. Setelah bonggol jagung dicetak menjadi lingkaran-lingkaran kecil dengan berbagai ukuran, Eddie mulai menyusun lingkaran tersebut pada kreasi kerajinan yang telah dibentuknya, dengan menggunakan bantuan lem. Meskipun proses produksi kerajinan Eddie masih terbilang manual, namun hasilnya pun tidak kalah bagus dengan produk kerajinan buatan pabrik yang diproduksi dengan mesin-mesin modern.

Hal ini membuat Eddie semakin yakin bila produk kerajinan limbah bonggol jagung yang diproduksinya dapat diterima pasar dengan baik dan mimpi besarnya untuk mengekspor produk hingga mancanegara dapat segera tercapai. Semoga kreatifitas dan inovasi Eddie Juandi dalam menciptakan produk kerajinan unik dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Selamat berkarya, jangan pernah lelah mencoba dan salam sukses.

Sumber artikel : Bisnis UKM
Gambar         : Bumntrack dan Liputan6